Donor Meeting World Bank: “Strategi Ekonomi Kelautan Berkelanjutan di Indonesia”
Pagi ini ICCTF menghadiri Indonesia Oceans Development Partners’ Meeting yang diadakan oleh Bank Dunia. Dalam pertemuan online ini Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kelautan dan Sumber Daya Alam, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas menjelaskan tentang Blue Finance di Indonesia. Direktur Eksekutif ICCTF, Dr. Tony Wagey juga mendapat kesempatan untuk menjelaskan tentang Blended Finance untuk Perikanan Berkelanjutan dan Kawasan Konservasi Laut. Dari Bank Dunia Andre Aquino selaku Indonesia Sustainable Oceans Program Team Leader berbagi pengalaman mengenai Rekomendasi Utama untuk Ekonomi Biru dari Laporan Lautan untuk Kesejahteraan.
Lautan merupakan pusat kemakmuran Indonesia melalui kegiatan ekonomi termasuk perikanan tangkap dan budidaya, pariwisata pesisir, konstruksi kelautan, dan transportasi. Namun demikian, terdapat tantangan luas dan keutuhan ekosistem laut dan pesisir Indonesia yang jika tidak dikelola dapat menggerogoti potensi ekonomi kelautan Indonesia, mulai dari penangkapan ikan yang berlebihan, degradasi ekosistem, hingga sampah laut.
Tantangan yang dihadapi lautan dapat diatasi melalui ekonomi laut yang berkelanjutan – atau strategi ‘ekonomi biru’. Laporan Bank Dunia baru, Oceans for Prosperity: Reforms for a Blue Economy in Indonesia, merinci status, tren, dan peluang menuju ekonomi biru di Indonesia, berdasarkan upaya dan tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Laporan tersebut berpendapat bahwa masa depan sektor kelautan ini pada kesehatan aset alam – ekosistem laut dan pesisir.
Laporan ini menyajikan empat strategi utama yang diusulkan untuk memastikan transisi berkelanjutan menuju ekonomi biru di Indonesia. Ini termasuk peningkatan pengelolaan aset laut dan pesisir (perikanan, hutan bakau, terumbu karang), memobilisasi insentif dan investasi, sistem pengumpulan dan pemantauan data yang lebih baik, dan membangun kembali “biru” dari pandemi COVID-19.
Mengembangkan ekonomi biru akan membutuhkan investasi dan pembiayaan biru yang kuat. UNDP memperkirakan bahwa diperlukan investasi tahunan sebesar US$8-9 miliar di sektor kelautan dan perikanan untuk mencapai Visi Indonesia 2045, yang bertujuan untuk menggandakan kontribusi tahunan sektor maritim terhadap PDB dari 6% menjadi 12,5%. Pendanaan pemerintah (APBN) dan filantropi saat ini hanya mencakup sekitar 20% dari investasi yang diperlukan untuk memenuhi target sektor kelautan dan perikanan pemerintah di bawah RPJMN. Pilihan tersedia untuk mendukung kebutuhan mendesak Indonesia akan Pembiayaan Biru, termasuk memobilisasi dana dari bank dan lembaga keuangan,Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), obligasi biru atau sukuk biru sebagai instrumen pembiayaan biru utama jangka menengah hingga panjang panjang dan keuangan campuran (blended finance).