Siaran Pers: Pelestarian Sumber Daya Kelautan dan Pemanfaatan Berkelanjutan
LOMBOK– Wilayah Indonesia, memiliki keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang tinggi, tersebar di daratan, lautan maupun daerah antara yaitu daerah pesisir. Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas (megabiodiversity) kedua terbesar di dunia. Indonesia memiliki 25% spesies dunia, 3.429 jenis ikan hidup di air laut dan 39% jenis ikan karang. Sebagian dari jenis ikan tersebut 120 jenis tercatat sebagai ikan endemik. Terumbu karang Indonesia meliputi 14% terumbu karang dunia dan yang terdiri atas 596 jenis karang. Sebagai upaya perlindungan biodiversitas tersebut, diperlukan daerah perlindungan laut yang terkelola dengan baik guna menjamin keberlanjutannya.
“Perlindungan ekosistem yang kita lakukan sejalan dengan komitmen global yang dituangkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals – SDGs) butir 14 tentang kehidupan bawah laut. Dalam SDGs 14, pelestarian wilayah pesisir, pengelolaan dan perlindungan ekosistem pesisir dan laut serta peningkatan manfaat ekonomi menjadi kelompok target yang harus dapat dicapai untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. Perlindungan terhadap sumber daya merupakan salah satu upaya menjamin keberlanjutan sumber daya tersebut, sehingga masyarakat dapat mengembangkan mata pencahariannya dan menguatkan ketahanan ekonomi masyarakat terutama di masa pandemi maupun setelah pandemi ini berakhir,” ujar Sekretaris Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Sekretaris Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Dr. Ir. Himawan Hariyoga Djojokusumo, MSc, dalam kegiatan Entry Meeting Coral Reef Rehabilitation Management Program – Coral Triangle Initiative (COREMAP CTI), di Senggigi, Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (4/05/2021).
Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai implementing agency kegiatan COREMAP-CTI atau dikenal dengan Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang – Prakarsa Segitiga Karang, program ini merupakan program untuk menjaga kelestarian terumbu karang Indonesia sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang mengandalkan laut dalam kehidupan mereka. Kegiatan Entry Meeting COREMAP-CTI di Nusa Tenggara Barat ini dilaksanakan dalam rangka menyampaikan rencana kegiatan COREMAP-CTI dengan dukungan pendanaan dari Asian Development Bank yang akan dilakukan oleh ICCTF serta mitra pelaksana yang akan mengerjakan 4 (empat) proyek di Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra dan Taman Pulau Kecil (TPK) Gili Balu-NTB kepada pemangku kepentingan di tingkat nasional maupun daerah.
Lokasi Proyek COREMAP-CTI ADB mencakup tiga kawasan perlindungan laut di Lesser Sunda yang memiliki keanekaragaman hayati kelautan yang tinggi, terdapat 76% spesies karang dan 2,631 spesies ikan karang. Bentang laut (seascape) Lesser Sunda meliputi tiga provinsi di Indonesa and merupakan jalur migrasi keluarga mamalia laut, Cetaceans dan juga 6 spesies penyu dari Samudra Hindia menuju Samudra Pasifik. Melalui proyek ini, dua propinsi yang menjadi lokasi sasaran yaitu Propinsi Bali dan Propinsi NTB mengelola efektivitas tata kelola kawasan konservasi laut atau Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida-Bali, Gili Matra dan Gili Balu-Nusa Tenggara Barat.
Guna mendukung efektivitas tata kelola KKP di tiga lokasi tersebut, maka Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) mengelola dana hibah COREMAP-CTI ADB yang bertujuan untuk mendukung pengelola kawasan konservasi perairan, perencanaan pengelolaan berdasar sumber daya dan sumber penghidupan masyarakat yang berkelanjutan.
Dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2025 dalam pembangunan kelautan dan perikanan, Bappenas berperan sebagai enabler bagi para pemangku kepentingan baik pemerintah pusat, daerah dan masyarakat melalui pendekatan convergence dimana Bappenas menjadi wadah dalam pembangunan partisipatif. Pelaksanaan COREMAP-CTI dengan dana hibah Asian Development Bank ini merupakan bentuk pilot project dimana Gili Matra dan Gili Balu, Nusa Tenggara Barat menjadi lokasi pilot project. Tak hanya itu Nusa Penida, Bali juga menjadi area pilot project pelestarian terumbu karang ini. Yang pada akhirnya, pilot project dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang dapat diadopsi oleh berbagai pihak terkait.
Pemerintah Provinsi NTB juga mendukung pencapaian program nasional penetapan kawasan konservasi seluas 20 juta ha pada tahun 2020 dan 30 juta ha pada tahun 2030. Komitmen itu ditunjukan dengan mengalokasikan 341.641,45 ha wilayah perariran NTB sebagai Kawasan Konservasi Daerah (KKD).
Sementara, terkait dengan program COREMAP-CTI di NTB, “kami memandang program ini telah banyak berperan besar terhadap kelestarian sumber daya alam dan keanekaragaman hayati di daerah ini, sehingga kami pun berkomitmen untuk mendukung keberlanjutan dari program yang konstruktif ini. Kami akan berupaya menjaga dan merawat infrastruktur yang ada, dengan bersinergi melibatkan masyarakat, serta akan melakukan upaya replikasi program COREMAP-CTI di kabupaten/kota se-NTB yang belum mendapatkan intervensi dari program ini,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si.
Substansi COREMAP CTI
Peningkatan populasi penduduk dan meningkatnya aktivitas ekonomi dan kebutuhan akan bahan baku yang bersumber dari ekosistem terumbu karang memunculkan permasalahan yang mengancam terumbu karang seperti polusi, sedimentasi, coral bleaching, illegal fisihing & destructive fishing, serta aktivitas wisata yang melampaui carrying capacity kawasan. Hal-hal tersebut berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas terumbu karang, penurunan produktivitas perikanan karang, serta penurunan plasma nutfah dan biota laut.
Dibutuhkan strategi yang tepat dan terintegrasi dalam pegelolaan ekosistem terumbu karang, implementasi COREMAP-CTI merupakan upaya penyelamatan terumbu karang yang sesuai dengan RPJMP 2020-2024 sesuai dengan Program Prioritas Peningkatan Pengelolaan Kemaritiman, Perikanan, dan Kelautan serta Program Priorotas Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup.
Intervensi COREMAP – CTI dengan dana hibah Asian Development Bank diantaranya adalah penguatan kelembagaan dan pengelolaan terumbu karang, pengembangan rencanan pengelolaan sumber daya berbasis ekosistem, dan peningkatan mata pencaharian berkelanjutan berbasis kelautan. Harapannya pelaksanaan program COREMAP-CTI Asian Development Bank ke depan dapat menjadi salah satu pengungkit dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19 bagi masyarakat pesisir. Serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian terumbu karang dan ekosistem pesisir secara berkelanjutan
Latar Belakang Pendanaan
Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM menerangkan bahwa pada tahun 2019 Bappenas melalui ICCTF telah dipercaya untuk mengelola proyek COREMAP-CTI dengan pendanaan hibah yang berasal dari Global Environment Facility (GEF), yang disalurkan melalui Asian Development Bank dan World Bank.
“Latar belakang pelaksanaan COREMAP-CTI dengan dana hibah dari ADB diantaranya adalah target untuk mencapai 10% Kawasan Konservasi Perairan (KKP) pada tahun 2030, meningkatkan efektivitas pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Lesser Sunda, khususnya Nusa Penida di Bali, Gili Matra dan Gili Balu di Nusa Tenggara Barat, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang kelautan dan perikanan,” jelas Sri Yanti
Dukungan COREMAP-CTI Asian Development Bank sebesar US$5,2 juta telah dimulai pada 4 Maret 2020 dan akan berakhir pada 31 Desember 2022 ini bertujuan untuk mencapai 80% Kategori Biru di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Nusa Penida, mencapai 80% Kategori Biru di Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra, dan mencapai 100% Kategori Hijau di Taman Pulau Kecil (TPK) Gili Balu.
Lombok, 4 Juni 2021