- June 24, 2022
- News
Rehabilitasi Mangrove Terkendala Alih Fungsi Lahan
Sekretaris Utama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Ayu Dewi Utari saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi grup terarah bertema “Restorasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Utara, Desa Mayangan Kabupaten Subang” via daring, Selasa (21/6/2022). BRGM menargetkan rehabilitasi sekitar 600.000 hektar mangrove hingga 2024.
BANDUNG, KOMPAS — Badan Restorasi Gambut dan Mangrove menargetkan rehabilitasi mangrove lebih dari 600.000 hektar di Indonesia hingga 2024. Namun, upaya tersebut terkendala alih fungsi lahan oleh manusia.
Hingga tahun 2021, ekosistem mangrove di Indonesia tercatat 3,3 juta hektar. Lahannya tersebar di hutan konservasi seluas 748.271 hektar, hutan lindung (907.724 hektar), hutan produksi (1 juta hektar), serta area penggunaan lain seluas 702.789 hektar. Namun, dari jumlah tersebut, lebih dari 600.000 hektar mangrove kondisinya kritis dan harus direhabilitasi.
”Untuk 2021-2024, kami targetkan percepatan rehabilitasi mangrove (600.000 hektar),” ucap Sekretaris Utama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Ayu Dewi Utari saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi grup terarah bertema ”Restorasi Ekosistem Mangrove di Pesisir Utara, Desa Mayangan Kabupaten Subang” via daring, Selasa (21/6/2022).
Kegiatan itu digelar Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri, Dinas Lingkungan Hidup Jabar, dan Migas Hulu Jabar. Turut berbicara, antara lain, Menteri Lingkungan Hidup 1993-1998 Sarwono Kusumaatmadja, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2019-2021 Doni Monardo, dan sejumlah akademisi.
Ayu menjelaskan, rehabilitasi tidak hanya meningkatkan jumlah pohon mangrove, tetapi juga memulihkan bekas habitatnya. Adapun sasaran rehabilitasi tersebar di 119 lanskap di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.
”Yang paling berat, bagaimana menjaga dan mempertahankan kawasan tersebut,” ujarnya.
Alih fungsi lahan oleh manusia, pembangunan infrastruktur, hingga perubahan iklim menjadi kendala dalam rehabilitasi mangrove. ”Tekanan yang paling besar adalah pemanfaatan lahan karena orang melihat mangrove enggak ada gunanya. Jadi, diubah tambak. Tetapi, setelah 3-4 tahun produktivitas tambak anjlok dan tidak digarap lagi,” ujarnya.
Sejumlah komunitas dan siswa SMAN 1 Jatibarang berpartisipasi dalam acara penanaman 1.000 pohon mangrove di Pantai Rambat, Desa Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Minggu (6/1/2019). Acara itu untuk mencegah abrasi di pantai yang turut merusak persawahan di sekitarnya.
Tantangan rehabilitasi mangrove lainnya adalah keberadaan tanah timbul atau bekas abrasi yang diklaim sejumlah pihak. Bahkan, ada lahan yang telah memiliki sertifikat dan dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi. Padahal, area itu bisa ditanami mangrove. Ombak besar hingga keterbatasan bibit juga menjadi kendala merehabilitasi kawasan mangrove.
Sebagai organisasi nonstruktural yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, BRGM juga berharap dukungan pemerintah daerah, badan usaha milik negara, hingga masyarakat untuk merehabilitasi mangrove. Apalagi, mangrove dapat mencegah bencana. ”Rehabilitasi mangrove ini bukan hanya kewajiban pemerintah pusat,” ujar Ayu.
Doni Monardo mendorong berbagai pihak meningkatkan edukasi dan literasi terkait pentingnya mangrove untuk masyarakat. Terlebih lagi, bencana seperti banjir rob hingga tsunami mengancam pesisir di tengah perubahan iklim. ”Indonesia punya sekitar 17.000 pulau. Kalau tinggi air meningkat terus, pulau-pulau bisa hilang,” ungkapnya.
Sarwono mengatakan, pengetahuan terkait lingkungan perlu dipahami masyarakat dan pemerintah. ”Persoalan lingkungan baru dirasa penting belakangan. Dulu aset hutan yang berharga itu tegakan kayu. Hasil hutan bukan kayu disepelekan. Setelah kayu habis, terkena bencana, baru orang sadar (pentingnya lingkungan),” ujarnya.
Pesisir terpadu
Ketua Yayasan Wanadri Tri Wahyu Murni menyampaikan, salah satu upaya menjaga mangrove adalah dengan mengembangkan Desa Mayangan dan sekitarnya di Kabupaten Subang, Jabar, sebagai model pesisir terpadu. Selain menanam dan merawat pohon mangrove, pihaknya bersama sejumlah pihak bakal menjadi tempat edukasi, budidaya, hingga wisata.
Petugas PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region III bersama pemerintah Desa Singaraja menanam pohon mangrove di Desa Singaraja, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Rabu (11/12/2019). PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region III tengah mengembangkan ekosistem mangrove setempat dengan menanam 5.000 bibit mangrove dan memberi bantuan 3,5 ton bibit rumput laut serta 3.500 bibit ikan bandeng. Tahun 2018, sebanyak 30.000 bibit mangrove ditanam di daerah itu.
Program pengembangan pesisir terpadu itu berupa penanaman dan perawatan mangrove di lahan 192 hektar hingga pembangunan trek wisata mangrove. Seluas 11 hektar lahan di antaranya yang terendam rob menurut rencana juga dapat digunakan untuk penyediaan air bersih, pembuatan solar panel terapung dan keramba jaring apung, serta rumah (basecamp) adaptasi rob.
Program itu direncanakan berlangsung hingga 2026 dengan target 10.000 hingga 50.000 bibit mangrove per tahun. Budidaya udang dan bandeng juga bakal melibatkan petambak setempat. Studi kelayakan pun dilakukan. Rencana itu membutuhkan pembiayaan sekitar Rp 7,1 miliar. ”Kami bukan hanya menanam mangrove, melainkan juga merawatnya,” ujarnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jabar Prima Mayaningtias mendukung program pengembangan pesisir terpadu di Desa Mayangan. Terlebih lagi, sekitar 7.000 hektar lahan mangrove di Subang dalam kondisi rusak.
”Hampir 90 persen mangrove di kabupaten/kota pesisir utara dan selatan di Jabar kondisinya demikian. Padahal, mangrove ini sebagai sabuk hijau. Mari kita jaga,” ujarnya.
Source:
KOMPAS
https://www.kompas.id/baca/nusantara/2022/06/21/rehabilitasi-mangrove-terkendala-alih-fungsi-lahan