Kebijakan Penangkapan Ikan, Bappenas: Jangan Merugikan Masyarakat Nelayan
Jakarta-Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan/Perencana Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Gellwynn Jusuf mengatakan, traceability (ketelusuran) kapal penangkapan ikan di Indonesia sangat dibutuhkan.
Melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, kata dia, telah ada sistem yang memantau mulai dari pendaftaran kapal hingga beroperasinya kapal tersebut.
Hal ini disampaikannya dalam acara “Workshop Hasil Kajian Bio-Ekonomi Perikanan Udang di WPP 718” yang diadakan oleh Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), di Hotel Gran Melia, Jakarta Selatan, Kamis (10/9).
“Untuk traceability (ketelusuran) kapal pengkap ikan, kita menempatkan berupa Fishery Monitoring System (FMS) atau sistem pemantauan perikanan di setiap kapal. Sehingga kita akan mengetahui setiap aktivitas kapal, jenis kapal dan posisi kapal. Itu benar-benar terpantau. Tidak bisa main-main,” ujarnya.
Namun, soal kapal lain yang masuk ke Indonesia, ia mengatakan, itu akan langsung dijaga oleh aparat yang berwajib seperti Angkatan Laut (AL), Bakamla, maupun Polair.
“Pada prinsipnya kita sudah melakukan pengawasan perikanan Indonesia, hingga pada ekspornya,” tambahnya.
Saat ini, kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP di era pemerintahan SBY ini, ketelurusan eskpor ikan diseluruh dunia juga telah diterapkan.
Ia membeberkan, semua jenis ikan yang diekspor mempunyai data-data mulai dari jenis ikan, waktu penangkapan, asal daerah penangkapannya, dan lainnya. Ini akan mengurangi ruang adanya ilegal fishing. Bahkan ikan yang akan dieskpor tidak bisa tanpa adanya data-data tersebut.
Terkait pelaporan hasil tangkapan ikan oleh nelayan, ia mengatakan, awareness (kesadaran) harus terus dibangun di masyarakat (nelayan) dan juga para pengusaha ikan.
“Kita harus terus membangun kepercayaan, sehingga bisa diminimalisir adanya kemungkinan manipulasi pelaporan hasil tangkap ikan. Sebagaimana dalam RPP (Rencana Pengelolaan Perikanan) yang menyebutkan bahwa kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pelaku usaha harus terus dibangun,” kata Gellwynn.
Dalam kebijakan ekspor juga kata dia, tidak boleh hanya melihat untungnya saja. Tetapi juga harus melihat kehidupan para nelayan. Apalagi di tengah pandemi saat ini.
“Para nelayan harus menghidupi keluarganya. Sehingga regulasi-regulasi harus dijalankan dengan baik, dan harus memberikan kesempatan bagi para nelayan. Supaya pergerakan ekonomi tetap berjalan, sebagaimana dalam masa pandemi ini. Jangan sampai merugikan masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, Dr. Sri Yanti, Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas mengatakan bahwa pengawasan di level masyarakat sangat diandalkan saat ini. Karena mereka (para nelayan) yang ada di lokasi, dan mereka yang melakukan penangkapan ikan.
“Kita melakukan pembinaan pengawasan di masyarakat. Ini juga menjadi program kita dalam ICCTF. Kita harus membangun kesadaran di masyarakat,” ujar Dr. Sri Yanti.
Tujuan dari ini semua, kata dia, adalah untuk mendapatkan produk premium. Artinya bisa dipertanggungjawabkan mulai dari penangkapan sampai di atas meja (siap makan).
“Kita melakukan pembinaan terhadap nelayan kecil dalam hal penangkapan ikan. Yang perlu kita dorong adalah supaya penangkapan ikan tetap berkelanjutan, perputaran ekonomi nelayan tetap jalan, hingga pada produk yang siap diekspor,” tandasnya.
Sumber artikel indnews.id pada 10 September 2020