Buah Aiwon: Buah Mangrove yang Bisa Dimakan
Halo sahabat pembangunan iklim! Masih dalam rangka merayakan Hari Mangrove Sedunia yang jatuh pada tanggal 26 Juli ini mari kita simak cerita pemanfaatan mangrove sebagai bahan pangan di Yensawai, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Yensawai merupakan salah satu wilayah implementasi COREMAP-CTI WB yang dilaksanakan PKSPL-IPB dengan dana hibah ICCTF-Bappenas.
Sebelum kita simak ceritanya, mari berkenalan dulu dengan mangrove. Apa sih mangrove itu?
Mangrove merupakan formasi tumbuhan yang tumbuh di atas substrat (media tumbuh) yang digenangi air tawar dan air laut, tumbuh di daerah tropis dan sub tropis yang terlindung. Hutaan mangrove juga seringkali disebut hutan bakau karena keberadaan salah satu jenis mangrove yang dominan dan sering ditemui yakni Rhizophora sp. (bakau). Hutan mangrove umumnya tumbuh di sepanjang pesisir pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dengan media tumbuh tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur berpasir. Akibat dipengaruhi oleh pasang surut air laut ini, hutan mangrove memiliki formasi hutan yang khas atau sering disebut zonasi hutan mangrove. Hutan mangrove yang ada di zona terdepan (dekat laut) biasanya ditumbuhi oleh jenis Avicennia alba dan Sonneratia alba yang tumbuh di substrat pasir, sementara pada substrat berlumpur bagian depan didominasi oleh Rhizopra mucronata. Areal yang digenangi oleh pasang sedang, terletak di belakang mangrove zona terbuka didominasi jenis-jenis Rhizopora. Mangrove berada disepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar. Di zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia, sementara Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar didominasi spesies Bruguiera sp. dan Xylocarpus sp. Meski Mangrove memiliki zonasi umum, namun di lapangan berbagai spesies kadang tercampur dan tumpang tindih. Jenis mangrove yang umum ditemukan di sepanjang pesisir Indonesia diantaranya : Avicennia, Bruguiera, Ceriops, Rhizhopora, Sonneratia, Lumnitzera, Excocaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphiphora, dan Nypa.
Hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat penting, terutama bagi kehidupan flora dan fauna yang hidup di pesisir. Mangrove merupakan tempat bagi pemijahan ikan, udang, dan biota air lainnya. Semakin lestari mangrove maka produktivitas biota ini juga akan semakin meningkat. Hutan mangrove juga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata alam. Selain itu, mangrove juga berfungsi sebagai pelindung abrasi, gelombang tinggi atau tsunami. Sistem perakaran mangrove dapat mencegah intrusi air laut sehingga kualitas air di daratan tetap terjaga. Layaknya eksoitem hutan lain mangrove juga berfungsi sebagai penyerap dan penyimpan CO2 atau popular dengan sebutan blue carbon. Bahkan hutan mangrove ini mampu menyerap karbondioksida lima kali lebih tinggi dibandingkan hutan darat tropis. Selain fungsi hutan mangrove sebagai jasa lingkungan, ekositem mangrove juga menyediakan produk hasil hutan non kayu yang dapat dimanfaatkan secara langsung dan tidak merusak mangrove seperti bahan pangan. Bahan pangan ini diperoleh dari buah mangrove yang berbuah sepanjang tahun.
Di Kampung Yensawai, buah mangrove ternyata telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Masyarakat di sana merawat hutan mangrove dan mengambil buahnya sebagai bahan untuk membuat kue. Ya! Buah mangrove ternyata juga bisa dimanfaatkan untuk membuat tepung bahan kue. Buah mangrove yang digunakan berasal dari jenis Bruguiera gymnorrhiza yang dalam bahasa lokal diberi nama Buah Aiwon. Mangrove jenis ini memiliki habitus pohon dengan tinggi mencapapai 35 m, tumbuh pada zona hutan mangrove dekat daratan, memiliki batang lurus berwarna kehitaman, buah berbentuk hipokotil lurus (seperti buah okra), tumpul, dan berwarna hijau tua keunguan dengan kelopak berwarna merah. Buah aiwon berbuah sepanjang tahun dan biasanya sudah berbuah saat berumur dua tahun.
Buah aiwon mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui beras, jagung, singkong atau sagu. Penelitian yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bekerja sama dengan Badan Bimas Ketahanan Pangan Nusa Tenggara Timur menghasilkan penelitian berupa jumlah kandungan energi buah mangrove ini. Terdapat sebanyak 371 kalori per 100 gram dari buah aiwon. Ini menunjukkan angka yang lebih tinggi dari beras yang hanya memiliki 360 kalori per 100 gram, dan jagung (307 kalori per 100 gram) (Fortuna 2005, GNFI 2018).
Penelitian Perkasa (2013) (lihat tabel) juga menyatakan bahwa tepung buah aiwon (lindur dalam Bahasa Jawa) memiliki kandungan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan tepung terigu biasa. Biskuit dengan komposisi campuran 40% tepung aiwon dan 60% tepung terigu memiliki kandungan lemak dan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan biskuit dengan 100% tepung terigu.
Analisis kimia biskuit dengan tepung terigu 100% dan biskuit aiwon (lindur)
Analisis kimia | Tepung terigu 100% (%) | Tepung aiwon (40%)+Terigu 60% | Standard BSN (%) |
Kadar air | 3,29 | 1,7 | Maks. 5 * |
Kadar protein | 14,58 | 5,33 | Min. 9%** |
Kadar lemak | 20,76 | 21,19 | Min. 9,5** |
Kadar karbohidrat | 58,79 | 68,59 | Min. 70** |
Kadar serat kasar | 5,38 | 7,17 | – |
Kadar asam lemak bebas (FFA) | 0,5 | 0,69 | Maks. 1,0%* |
Sumber: Perkasa (2013); * BSN (2011); ** BSN (1992)
Buah mangrove jenis aiwon sangat potensial untuk dijadikan sumber pangan kaya karbohidrat untuk memenuhi kebutuhan gizi manusia. Selain itu Buah aiwon telah banyak dimanfaatkan di berbagai negara, seperti di pulau Solomon dijadikan sayur dan dijual di pasar, di Kamboja dan beberapa negara lain dijadikan obat malaria, obat kanker atau tumor dan di Kabupaten Yensawai, sebagai tepung kue. Masyarakat Yensawai bercerita bahwa sejak dahulu kala masyarakat di sana telah memanfaatkan buah ini sebagai pengganti sagu, jagung, singkong, dan beras saat terjadi krisis pangan.
Berawal dari sejarah dan kebiasaan masyarakat membuat tepung aiwon, masyarakat pun berinisiatif mengenalkan kuliner kue aiwon ini sebagai kearifan lokal masyarakat Yensawai pada Festival Bahari, Festival tahunan di Raja Ampat yang diadakan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Harapannya dengan berpartisipasi pada kegiatan ini, pemerintah, lembaga penelitian, dan stakeholder serta masyarakat bisa mengetahui informasi mengenai sumber pangan lokal, cara pengolahan, dan nilai gizi yang terkandung pada buah ini dan mengembangkannya. Selain itu harapannya kue aiwon ini juga dapat menjadi media promosi wisata, kuliner dan budaya lokal dan mendukung pemanfaatan ekosistem mangrove secara lestari.
Teks oleh: Alin Rahmah Yuliani/PKSPL IPB
Referensi:
Perkasa HB. 2013. Pemanfaatan Tepung Buah Lindur (Bruguiera Gymnorrhiza) dalam Pembuatan Biskuit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fortuna JD. 2005. Ditemukan buah bakau sebagai makanan pokok. http://www.tempo.co.id [2 Januari 2012].
Sandjaya R.2018. Buah Lindur Sebagai Sumber Pangan Kaya Karbohidrat Alternatif. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/08/20/buah-lindur-sebagai-sumber-pangan-kaya-karbohidrat-alternatif