Bappenas: Harmonisasi Kunci Tata Kelola Perikanan
INFO NASIONAL – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melalui Kelompok Kerja 14 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) telah memprakarsai pembentukan Platform Multipihakuntuk Perikanan Berkelanjutan.Salah satu tujuan platform ini untuk mempercepat operasionalisasi pembangunan perikanan berbasis Wilayah PengelolaanPerikanan (WPP).
Kelompok Kerja Tujuan 14 yang menaungi Platform Multistakeholder ini diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Platform ini didesain untuk bersifat fungsional, bukan struktural, dengan fokus untuk memastikan integrasi perencanaan dan pelaksanaan program kelautan dan perikanan berbasis WPP serta membangun trustdan collective impacts dari semua stakeholder terkait.
Koordinasi multisektor pada puncaknya diharapkan mampu mencapai target pembangunan di sektor kelautan dan perikananyang telah disepakati bersama dalam RPJMN 2020-2024. Namun, tata kelola perikanan negeri ini menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Kompleksitas perikanan nasional membuat pengelolaan tidak dapat dilakukan dengan pendekatan kebijakan tunggal (one-size-fits-all approach).
Alasannya Indonesia memiliki 11 WPP Perairan Laut dan 14 WPP Perairan Darat yang mewakili karakteristik dan dinamika ekologi, sosial-ekonomi, dan kompleksitas pengelolaan.Bagaimana Bappenas menetapkan strategi demi tercapainya target tersebut? Direktur Kelautan dan Perikanan, Bappenas, Sri Yanti menjabarkannya saat diwawancarai Info Tempo Kamis, 10 Juni 2021.
Apa target nasional dalam pembangunan terkait kelautan dan perikanan? Bagaimana hal ini dijabarkan dalam RPJMN 2020-2024?
Dalam RPMN 2020-2024 kita menyebutkan ada kontribusi maritim kepada PDB Nasional sebanyak 7,8 persen. Ada target pertumbuhan sektor perikanan 8,7 persen. Target-target ini harusdapatditurunkan ke masing-masing WPP. Artinya kita harus bisa memetakan itu semua, bagaimana produksinya, berapa besar industri harus dibangun, bagaimana kawasan konservasinya di setiap WPP.
Mengapa Bappenas memilih WPP sebagai platform atau basis bagi pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia?
Sektor kelautan dan perikanan jadi tumpuan pemenuhan pangan, lapangan kerja,dan kedaulatan negara. Bungkusnya adalah WPP karena batasnya spasial. Ada batasan-batasan menjadi semacam lokus yang kita bisa integrasikan bersama.
Bagaimana Bappenas memastikan semua K/Lbaik kementerian koordinator maupun kementerian teknis, Pemda, industri, akademisi, nelayan serta stakeholder terkait bekerja dalam kerangka WPP?
Keterlibatan multipihak adalah keniscayaan. Sebab itu salah satunya kita membangun platform untuk memudahkan sinergi. Jadi, karena kompleksitas tantangan di WPP maka kata kuncinya adalah mengharmonisasikan peran dan fungsi, serta keluaran kebijakan dan program.
Bappenasu menjalankan sebuah platform koordinasi di tingkat pusat sebagai dukungan nasional bagi pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis WPP.Siapa yang akan terlibat dalam platform ini dan peran apa yang akan dijalankan?
Seperti tadi saya sebutkan, harmonisasi itu diterapkan melibatkankementeriandan lembaga, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat sipil termasuk universitas (akademisi) yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan ini. Siapa yang menjadi konduktornya? Secara fungsi kan sudah ada, misalnya Menteri Koordinasi Kemaritiman dan Investasi jadi konduktor, Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai leading sector karena punya nomenklatur dan pelaksanaan di lapangannya.
Dari sudut pandang Bappenas, Bagaimana WPP bisa menggenjot kinerja ekspor perikanan sekaligus pertumbuhan ekonomi wilayah, karena sektor perikanan diharapkan menjadi salah satu tumpuan di masa pandemi?
Kuncinya adalah informasi dan data yang kredibel untuk menggenjot ekspor dan meningkatkan kontribusi ekonomi dan penerimaan negara, termasukPNBP. Harus ada info yang memadaitentang stok, potensi risiko dan estimasi produksi terkait kebutuhan produk yang dihasilkan. Misalnya kebutuhan storage, dukungan untuk sistem logistik, dan lainnya. Jadi, setiap WPP nantinya harus punya model investasi yang berbedasehinggasektorinibisa maksimalberkontribusi.
Perikanan tuna Indonesia mendapatkan sertifikasi ekolabel yang membuktikan tuna Indonesia berasal dari praktek yang berkelanjutan. Apa strategi khusus Bappenas agar kisah-kisahsukses ini menjadi model buat perikanan lain di Indonesia?
Capaian tersebut membuktikan kepada dunia bahwa kita sudah melakukan praktik nyata pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Dari kerjasama Bappenas dan UNDP melalui proyek Global Marine Commodities yang turut berkontribusi pada pencapaian ini, kami melihat ini harus menjadi momentum, bahwa praktek ini bisa diaplikasikan ke produk dan komoditaslainnya, misalnya seperti udang dan rajungan yang juga sedang kita garap. Ke depan, inimenjadi model pembangunan untuk direplikasi dan harus diterapkan untuk semua komoditas perikanan sehingga dapat dijamin sebagai hasil praktekperikanan yangsustainable. Itu target kita. (*)
BIODATA
Nama: Dr. Ir. Sri Yanti, MPM
Jabatan: Direktur Kelautan dan Perikanan, Kementerian PPN/Bappenas
Pendidkan:
2006 Doktor di Institut Pertanian Bogor
1994 S2 di Carnegie Mellon University
1986 S1 di IPB Fakultas Kehutanan
Pengalaman:
Ketua Sekretariat Penulisan RPJMN 2020-2021
Koordinator Pokja SDG 14 Life Below Water
Ketua Pokja Kebijakan Coral Triangle Initiative
Ketua Iokja 3: Marine and Fisheries, ICC Trust Fund
Head of National Board for Mangrove for the future
Sumber artikel Tempo.co tayang pada 2 Juli 2021