Bappenas dan ICCTF Tanam Mangrove di Gili Namo
Taliwang-Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Bappenas, Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCT) bersama Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, PT Sucofindo, dan PT. Cakra Buana Aghna beserta para mitra melaksanakan kegiatan penanaman mangrove di Pulau Namu, Kecamatan Poto Tano.
Gili Namu sendri termasuk satu dari delapan gugusan Gili Balu di Kecamatan Poto Tano. Pulau yang hanya berjarak puluhan meret dari Desa poto Tano iTu saat ini masuk dalam kawasan konservasi.
Rehabilitasi mangrove di pulau ini merupakan bgian dari program Coral Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) yang bersumber dari dana hibah Asian Development Bank (ADB). “Kesadaran masyarakat dalam mengoptimalkan fungsi dan keberadaan ekosistem mangrove masih perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu upaya rehabilitasi salah satunya melalui penanaman mangrove,” jelas Direktur Kelautan dan Perikanan Sri Yanti JS, disela-sela penanaman mangrove kemarin. Rehabilitasi mangrove yang dilakukan COREMAP-CTI diharapkan bisa mendapat dukungan pemerintah dan masyarakat Sumbawa Barat. Baik itu dari sisi kesiapan lahan, keberlanjutan pengelolaan atas infrastruktur atau sarana dan prasarana, keberlanjutan untuk menjaga ekosistem dan kegiatan lain di daerah yang saling melengkapi.
“Mangrove di Gili Namo akan mendukung pengembangan ekosistem di sekitar pulau. Ini juga akan menjadikan Gili Namo sebagai salah satu tempat wisata potensial di Sumbawa Barat,” katanya.
Total luas area ekosistem mangrove di Kawasan Gili Balu sekitar 568,2 hektar. Dan tersebar di Pulau Kalong, Pulau Namo, Pulau Kenawa, Pulau Paserang, Pulau Kambing, dan Pulau Belang. Terumbu karang, ekosistem mangrove dan ekosistem padang lamun sangat penting peranannya, tidak saja dari sisi lingkungan hidup, tapi juga penting bagi perekonomian masyarakat, terutama nelayan dan pembudidaya ikan, serta pariwisata tentunya,” sebutnya.
Dari hasil survei awal oleh PT Sucofindo yang dilakukan pada Maret 2021 menunjukkan bahwa kondisi mangrove di Gili Balu relatif bagus, walaupun ada beberapa yang perlu direstorasi, agar lebih baik dan dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal. Jumlah bibit mangrove yang akan ditanam sekitar 25.000. Persiapan bibit, penanaman dan pemeliharaan melibatkan masyarakat setempat.
Selain Mangrove, diharapkan juga memperhatikan Padang Lamun dan ekosistem terumbu karang yang juga sangat potensial. Indonesia memiliki luas kawasan mangrove terbesar di dunia, dimana ekosistem mangrove dan lamun ini memiliki kemampuan menyerap karbon dari gas rumah kaca yang berperan sangat penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim. “Menjaga ekosistem karbon biru ini juga sejalan dengan strategi yang sedang disusun oleh ICCTF yakni Indonesia Blue Carbon Strategy Framework (IBCSF),” ujar Direktur Eksekutif ICCTF, Dr. Tonny Wagey.
Sementara itu, Bupati Sumbawa Barat, H.W. Musyafirin yang ikut hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan sejumlah hal penting terkait posisi dan keberadaan Gili Balu, termasuk Pulau Namo dihadapan Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas.
Bupati menyebut, kewenangan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil tidak lagi menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten. Meski demikian, Pemda KSB tetap memberikan pendampingan dan pembinaan sesuai batasan kewenangan yang ada. Hal ini dikarenakan, sebagian besar masyarakat pesisir di Poto Tano menjadikan Gili Balu ini sebagai tempat untuk mencari kehidupan.
“Masyarakat terus kita himbau agar bagaimana ekosistem yang di gugusan Gili Balu terus dijaga dengan potensi dan manfaatnya yang luar biasa bagi masyarakat setempat,” katanya.
Orang nomor satu KSB ini menambahkan, kegiatan penanaman mangrove ini menjadi salah satu bagian utama dari mempertahankan kelestarian lingkungan sekitar. Dengan demikian, potensi gugusan Gili Balu sebagai salah satu objek wisata andalan di Sumbawa Barat bisa membawa dampak ekonomi tersendiri bagi masyarakat setempat.
“Kami memberikan apresiasi atas perhatian Bappenas dan pihak terkait lainnya untuk memastikan ekosistem Gili Namo ini tetap terjaga,” tambahnya. (far)
Artikel ini telah terbit di Radar Sumbawa Jumat, 17 September 2021