- November 15, 2021
- Marine, News, News Coverage
Australia dan Tiga Negara Pasifik Jalankan Inisiatif Karbon Biru

Pemerintah Australia tengah mengimplementasikan dua program Karbon Biru bersama Indonesia dan dua negara kawasan Pasifik, yaitu Fiji dan Papua Nugini. “Australia dan tiga negara di Pasifik, Indonesia, Fiji dan Papua Nugini menyimpan 20 persen karbon biru dunia. Laut menjadi salah satu kunci penyelamatan bumi dalam menghadapi pemanasan global,” kata Hon. Angus Taylor, Menteri Energi dan Pengurangan Emisi Pemerintah Australia dalam sambutan pembuka pada rangkaian side event bertajuk ‘Designing Blue Carbon Policy for Sustainable Outcomes’ di Paviliun Australia, 6 November 2021. Forum tersebut merupakan rangkaian COP26 di Glasgow, Skotlandia.
Angus memaparkan, “Kami sedang persiapkan dokumen saran inventaris tentang implementasi IPCC Wetlands Supplement dan kursus pelatihan kebijakan karbon biru untuk negara di kawasan Pasifik.”
Sekretaris Deputi untuk Perdana Menteri dan Kabinet Pemerintah Australia, James Larsen menambahkan, karbon biru adalah karbon yang diserap dan disimpan oleh ekosistem laut dan pesisir seperti ekosistem bakau (mangrove) dan padang lamun (seagrass meadow). “Kami berharap dengan kontribusi karbon biru dapat menekan kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat celcius pada 2050,” katanya.
Ekosistem ini merupakan penyimpan karbon yang signifikan dalam menangkal pemanasan global, melindungi keberlangsungan garis pantai, memberikan sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar, dan menjaga keanekaragaman hayati. Peningkatan pengelolaan ekosistem ini memberikan langkah praktis untuk arahan adaptasi perubahan iklim. Berbagai langkah kebijakan yang dapat berkontribusi pada perlindungan dan pemulihan ekosistem pesisir antara lain perencanaan zonasi wilayah pesisir, peraturan lingkungan hidup, skema insentif, dan pembiayaan berbasis karbon biru.
Pemerintah Indonesia melalui Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Arifin Rudyanto, menyambut baik kerja sama di kawasan Pasifik ini, “Komitmen Indonesia dalam mendukung pengurangan emisi karbon ditunjukkan melalui penyerahan dokumen Nationally Determined Contribution/NDC, termasuk pembahasan karbon biru. Dokumen yang diberikan kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) ini memuat strategi jangka panjang untuk ketahanan karbon dan iklim 2050 terbaru,” jelasnya.
Menurut Arifin, melalui dokumen NDC, Indonesia dapat merumuskan solusi cepat mengatasi perubahan iklim dan dampaknya. Salah satunya dengan menciptakan energi baru yang terjangkau, berguna, dan terbarukan dengan prinsip berkelanjutan dari samudra, laut, serta sumber daya kelautan. “Kami telah menyusun Indonesia Blue Carbon Strategy Framework (IBCSF) yang merumuskan tiga strategi dalam implementasi Karbon Biru di Indonesia, yaitu kerangka kerjasama kelembagaan, kebijakan dan arahan, serta pendanaan,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Tonny Wagey. Dalam merancang kebijakan karbon biru, jelas Tonny, Indonesia mempertimbangkan tiga aspek, yaitu riset dan standar protokol dalam pengukuran karbon biru dan identifikasi kesenjangan (gap) program, roadmap, maupun strategi pendanaan karbon biru. “Ketiga, penguatan kerjasama kelembagaan, dan kerangka hukum terkait dengan kebijakan karbon biru,” sambungnya
Lebih lanjut, Tonny memaparkan, “Kebijakan karbon biru kemudian diintegrasikan ke dalam kebijakan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu Membangun Lingkungan Hidup, Memperkuat Ketangguhan dalam Menghadapi Bencana dan Perubahan Iklim.”
Terkait dengan karbon biru, prioritas nasional menekankan restorasi kerusakan pada ekosistem pesisir dan lautan, perlindungan kerentanan bencana di daerah pesisir dan perairan laut, serta inventaris dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan lautan.
Untuk itu, skema insentif karbon menjadi satu dari instrumen pendanaan dalam mengimplementasikan action plan karbon biru dari IBCSF. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu menjaga keberadaan lahan mangrove seluas 3,1 juta hektare dan 293,464 hektare luas padang lamun di seluruh Indonesia. Total luasan ini berpotensi untuk menyimpan lebih dari 3 milyar ton karbon. Sedangkan ancaman terhadap perubahan tata guna dan konversi lahan pesisir merupakan salah satu ancaman serius dari potensi karbon biru ini. Selanjutnya Tonny menyampaikan bahwa ke empat negara di Pasifik ini merupakan rumah untuk lebih dari 50% luas mangrove dunia yang menjadi modal untuk suatu kerjasama regional yang menguntungkan Indonesia.
“Tujuan inisiasi IBCSF untuk mengarusutamakan berbagai inisiatif dan rencana terkait karbon biru dalam skema perencanaan pembangunan Indonesia, khususnya di bidang ekosistem pesisir dan lautan. Selain itu memberdayakan kelompok komunitas lokal untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen bersama dalam menjaga kelestarian ekosistem karbon biru di Indonesia,” kata Tonny.
Mat Vanderklif dari Commenwealth Scientific and Industrial Research Organization menyatakan bahwa peran komunitas lokal sangat penting bagi keberlanjutan program karbon biru. “Komunitas lokal di wilayah pesisir merupakan pihak rentan yang terdampak oleh perubahan iklim,” jelasnya.
Selain itu, komunitas local bisa memanfaatkan keuntungan dari adanya karbon biru di wilayahnya, baik untuk pelestarian alam maupun peningkatan ekonominya. “Komunitas lokal sekaligus menjadi pihak yang paling diuntungkan oleh aksi nyata program karbon biru. Di Australia, kawasan komersial menggunakan robot untuk restorasi seagrass project. Sementara di Indonesia, kami melihat sudah banyak masyarakat telah berkontribusi pada pelestarian hutan bakau. Namun aksi ini membutuhkan partisipasi semua pihak, antara lain pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta,” papar Vanderklif.
Dalam diskusi virtual ini, Debra Sung, Otoritas Perubahan Iklim Papua Nugini, menyatakan pihaknya sangat terbuka atas kerja sama semua pihak di kawasan Pasifik dalam implementasi karbon biru. “Papua Nugini belum memiliki secara spesifik framework nasional karbon biru seperti di Indonesia, namun kesadaran telah terbentuk di setiap aparatur negara untuk mengarusutamakan isu perubahan iklim,” paparnya.
#ICCTF #Bappenas #Australia #COP26 #UNFCC #climatechange #bluecarbon #glasgow #australia #indonesia