- April 1, 2022
- News
Peran Warga Menentukan Keberlanjutan Rehabilitasi Terumbu Karang
Masyarakat amat berperan dalam pelestarian ekosistem laut dan pesisir di wilayah Raja Ampat, Papua Barat. Karena itu, masyarakat harus dilibatkan sejak awal dalam program pelestarian lingkungan.
RAJA AMPAT, KOMPAS — Ekosistem laut di sejumlah wilayah di Raja Ampat, Papua Barat, telah terehabilitasi melalui program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang-inisiatif segitiga terumbu karang. Meski begitu, kesadaran dan komitmen masyarakat harus tetap berlanjut untuk memastikan kelestarian ekosistem pesisir di wilayah tersebut.
Program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang-inisiatif segitiga terumbu karang atau Coremap-CTI, yakni program yang dijalankan oleh Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF). Program yang berjalan sejak 2020-2022 ini merupakan kerja sama antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (kini LIPI dilebur dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) bersama dengan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dengan pendanaan dari dana hibah Bank Dunia.
”Total dana dari bank dunia secara keseluruhan sebesar 6,2 juta dollar AS. Dari total itu, 55 persen untuk rehabilitasi di Raja Ampat dan lainnya untuk rehabilitasi di wilayah Pulau Sawu (NTT),” ujar Direktur ICCTF Tony Wagey di Raja Ampat, Papua Barat, Jumat (25/3/2022).
Semua pihak perlu terlibat, terutama dari masyarakat. Jangan sampai setelah program ini selesai, berhenti pula keberlanjutannya. (Sri Yanti JS)
Adapun ekosistem yang berhasil direhabilitasi meliputi 100 meter persegi luasan wilayah ekosistem terumbu karang, 500 meter persegi wilayah ekosistem padang lamun, dan 1.000 meter persegi wilayah ekosistem mangrove. Selain itu, program ini juga memperkuat kapasitas masyarakat untuk dapat menjalankan mata pencarian yang ramah lingkungan.
Tony memaparkan, intervensi yang dijalankan dalam program Coremap-CTI terkait dengan wilayah pesisir laut dan pulau kecil. Kegiatan yang dilakukan, seperti rehabilitasi dan perlindungan jenis ikan dan mamalia laut, pembangunan pengembangan sistem monitoring, dan akses pengelolaan alam kepada masyarakat.
Pemahaman masyarakat juga ditingkatkan dalam pengembangan wisata berbasis spesies pada biota laut yang dilindungi dan khas. Dengan begitu, masyarakat pun bisa menjadi edukator untuk wisata berwawasan ekologi di pusat informasi.
Tony mengatakan, masyarakat dan pemangku kepentingan setempat selalu disertakan dalam pelaksanaan program Coremap-CTI. Keterlibatan itu termasuk dalam pengawasan kawasan di wilayahnya sendiri. Kelompok perempuan turut pula secara aktif dalam pelaksanaan program tersebut.
”Program Coremap-CTI tidak hanya fokus pada pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati terumbu karang dan ekosistem pesisir lainnya, tetapi juga dengan mengedepankan sisi kemanusiaan. Karena itu, program ini selalu berbasis pada kebutuhan masyarakat setempat,” katanya.
Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas Sri Yanti JS menyampaikan, keberlanjutan dari program ini harus tetap dipastikan. Untuk itu, strategi keberlanjutan pascaproyek tengah disusun. Hal ini termasuk pada keberlanjutan pendanaan di masyarakat.
Dukungan para pemangku kepentingan pun amat penting untuk menjamin proses transfer aset bisa berjalan dengan baik. Diharapkan, program ini bisa dilanjutkan dengan dukungan pemerintah daerah setempat. Meski program ini telah berakhir pada Maret 2022, pemonitoran akan terus dilanjutkan setidaknya untuk lima tahun mendatang.
”Sumber daya manusia juga perlu diperkuat agar dapat mengoptimalkan sarana dan prasarana yang sudah dibangun, yang tentunya terkait dengan keberlanjutan program ini,” ujarnya.
Sri menilai, program Coremap-CTI dapat menjadi contoh praktik baik dari pelestarian ekosistem laut dan pesisir. Itu karena dapat menyelaraskan program kelestarian terumbu karang dan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Wisata ramah lingkungan pun dapat dikembangkan secara edukatif.
”Program ini harus terus berlanjut sehingga butuh adanya jaminan dan perhatian terkait dengan proses transfer pengetahuan, aset, serta keberlanjutan kegiatan. Semua pihak perlu terlibat, terutama dari masyarakat. Jangan sampai setelah program ini selesai, berhenti pula keberlanjutannya,” katanya.
Sri mengatakan, wilayah Raja Ampat merupakan wilayah yang strategis untuk menunjang kelestarian wilayah perairan, baik di tingkat nasional maupun global. Raja Ampat terletak di pusat wilayah Segitiga Terumbu Karang yang merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia.
Diperkirakan, lautan di Raja Ampat memiliki 553 jenis karang dan rumah bagi 70 persen jenis karang yang ada di seluruh dunia, 1.456 jenis ikan karang, 699 jenis moluska, 5 jenis penyu, dan 16 jenis mamalia laut.