“MAKAN METING” PELIBATAN EKOSISTEM LAMUN DALAM KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT PESISIR
Ekosistem lamun turut mendukung pemenuhan kebutuhan pangan terutama protein bagi masyarakat pesisir. Makan meting merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat pesisir NTT, dimana mereka mencari biota laut untuk pemenuhan protein rumah tangga di zona pasang surut. Sebagian besar zona ini, didominasi oleh ekosistem padang lamun dan umumnya dilakukan saat kondisi surut maupun cuaca yg tidak mendukung bagi nelayan untuk melaut.
Peran ibu-ibu sangat dominan dalam makan meting, beberapa juga dijumpai lelaki yang ikut bergabung dalam makan meting. Mereka cukup membawa alat tangkap sederhana untuk mengakses sumber-sumber protein yg terjebak di zona ini. Contohnya, tombak sederhana, alat pencungkil sederhana, senar pancing, wadah penampung, dan senter (malam hari) dll. Jenis kerang-kerangan, ikan-ikan kecil, gurita, dan jenis udang-udangan merupakan sedikit banyak hasil tangkapan dari biota laut yang terjebak di padang lamun saat terjadinya surut.
Interaksi manusia dan alam ini secara perlahan membangun ketahanan pangan bagi masyarakat pesisir dalam pemenuhan kebutuhan protein. Perlindungan ekosistem lamun yg secara ekologi merupakan nusery beberapa biota laut dan ruaya makan dugong, saat kondisi tertentu (pasang surut atau cuaca buruk) mampu menyediakan asupan protein bagi masyarakat pesisir. Perlindungan ekosistem (padang lamun) ini ternyata mampu memberikan imbal balik penghidupan bagi masyarakat pesisir.
Catatan menarik juga, bukan hanya manusia, tetapi beberapa jenis burung teramati turut menjadi penerima manfaat dari ekosistem lamun. Dalam dokumentasi, burung Gajahan Penggala (Whimbrel) sedang mencari makan di ekosistem lamun. Whimbrel merupakan salah satu jenis burung migran yang masuk ke Indonesia dari Islandia, Kep. Faroe, Skotlandia Utara sampai Siberia Utara melalui Skandinavia. Selain itu dijumpai juga jenis burung kuntul, dara laut dan trinil pantai yg teramati di lokasi.
Sumber foto dan artikel : yapeka.or.id